PROLOG
Mei, 1993
“Tuhan, aku harus bagaimana? Semakin hari, anak ini tumbuh
didalam rahimku. Aku tidak sanggup merawatnya, jika ia harus datang kedunia
ini. Maafkan aku Tuhan, aku benar-benar orang bedosa. Tak pantas aku merawat ia
kelak. Aku pun bingung, siapakah ayahnya? Doni tidak ingin bertanggung jawab,
karena dia menganggap anak dalam kandunganku, bukanlah anak dia. Tuhan, maafkan
aku, aku harus melenyapkan anak ini. Daripada ia menderita didunia ini.”
Savana menutup diarynya
dan menghapus air matanya. Ya, gadis muda berusia 18 tahun ini sedang
mengandung anak pertamanya. Entah bapaknya siapa, Savana tidak tahu. Harus
diakui, Savana hanyalah wanita penghibur di klub malam terkenal di Bandung.
Gadis belia ini diusir oleh keluarganya, karena mereka tidak bisa menerima
keberadaan janin itu. Savana hanya luntang-lantung mencari tempat perlindungan,
agar terbebas dari sengatan matahari, dan semburan hujan. Sambil mengelus
perutnya yang semakin lama semakin besar, Savana menangisi nasibnya yang buruk.
Savana tinggal di rumah majikan kaya raya, dan Savana mengaku sudah memiliki
suami. Selain kaya raya, majikannya sudah 5 tahun menanti seorang anak, tetapi
tak kunjung memiliki anak.
“Savana, kemarilah.” Kata
Caroline, majikannya.
“Ya, nyonya ada yang bisa
saya bantu?”
“Savana, saya ingin bertanya
padamu, boleh tidak?”
“Jika saya bisa menjawab,
saya akan menjawabnya dengan baik, nyonya”
“Bagaimana kamu bisa cepat
hamil? Kamu bilang, kamu menikah 1 tahun yang lalu ya?”
“Mungkin saat itu saya sedang
dalam masa subur, nyonya, jadinya cepat hamil.” Kata Savana lirih.
“Apakah hamil itu enak?”
tanya Caroline sambil tertawa renyah. Savana hanya bisa tersenyum menanggapi
jawaban sang majikan.
“Nyonya
jika anda tahu saya hamil diluar nikah, pasti anda mengusir saya dari rumah
ini. Yang saya butuhkan sekarang hanyalah tempat perlindungan.” Kata
Savana dalam hati, sambil berlalu dari majikannya.
Semakin Savana merasa kandungannya baik-baik saja,
semakin Savana takut. Ia berharap anak dalam kandungannya mati tanpa harus
dibunuh. Kesana kemari Savana mencari informasi tentang klinik aborsi, dan ia
mendapatkan beberapa alamat klinik tersebut. Dari satu klinik ke klinik yang
lain ia menelusuri tempat itu. Dengan uang seadanya, ia berharap ada klinik
yang memberikan harga murah pada saat itu. Tetapi saat itu, harga untuk aborsi
janin sangat mahal. Selain tenaga medisnya masih sedikit, alat medisnya juga
belum terlalu memadai. Akhirnya Savana memutuskan untuk mencari obat
tradisional yang murah, mulai dari artikel ilegal sampai bertanya pada
teman-temannya yang seprofesi. Rasa frustasi, marah, malu, benar-benar campur
aduk dihati serta pikirannya saat ini.
Sebulan telah berlalu, dan Savana tidak bisa menemukan
titik terang untuk menghilangkan aibnya. Entah apa yang harus ia lakukan. Ke
klinik aborsi, ia tidak memiliki biaya yang cukup, mencari dukun beranak ia
takut mati muda, akhirnya dengan ragu-ragu ia memutuskan untuk mengunakan
cara-cara yang kuno. Mulai dari makan nanas muda, lalu mencoba minum ramuan
tradisional, bahkan sampai menegak obat-obatan kimia.
“Maafkan
ibumu nak, mulai sekarang dirimu diusik oleh benda-benda dan obat-obatan
asing.”
Tetapi aneh, apapun yang
dilakukan Savana, bayi yang ada didalam kandungan itu tidak bergeming, bahkan
mungkin tidak mati! Semakin Savana memberikan obat-obatan, minum ini itu dan
lain-lain semakin kuat anak itu dirahimnya. Savana semakin takut. Semakin
bingung harus bagaimana ia mengugurkan anak ini. “Nak, tolong lah, jangan buat ibumu makin kesal pada dirimu! Kenapa
kamu selalu membuat ibu bingung, frustasi, dan marah!”
“Savana!” panggil Caroline.
“Iya nyonya, ada apa”
“Kenapa matamu sembab,
Savana?” tanya Caroline bingung.
“Gak apa-apa nyonya.”
“Apa ada masalah?”
“Tidak ada nyonya.”
“Baiklah kalau begitu. Semoga
kamu tidak sedih lagi ya? Bagaimana keadaan kandunganmu? Baik-baik sajakah?”
“Sepertinya baik nyonya.”
“Loh, kok sepertinya? Memang
ada apa dengan kandunganmu?”
“Tidak ada apa-apa, nyonya.”
“Ya sudah, lebih baik
sekarang kamu istirahat. Daripada kamu seperti ini. Semoga besok perasaanmu
lebih baik ya.”
Savana hanya mengangguk, lalu
kembali ke kamarnya. Sesampainya dikamar, Savana kembali menangis. Entah
sekarang harus melakukan apalagi. Semua cara sudah ia lakukan, tetapi tidak
berhasil. Sepertinya tendangan kaki mungil itu semakin hari semakin kuat. Mungkin
untuk beberapa saat, lebih baik Savana tidak memikirkan kandungannya. Walaupun
ia menanggung beban besar, ia yakin akan mendapatkan jalan terang untuk
kehidupannya.
Suatu hari, dipagi yang cerah, Savana menemukan artikel
yang membahas tentang tata cara aborsi. Semua yang tertera diartikel tersebut
sudah Savana lakukan, tetapi ada yang membuat Savana mendapatkan ide brilian.
Saat itu kandungannya sudah berusia 8 bulan, sudah tumbuh segala-galanya didalam
si jabang bayi. Tetapi Savana tidak menghiraukan kandungannya itu. Dengan modal
nekat, Savana masuk ke kamar mandi, dan
memijit-mijit perutnya yang sudah besar. Rasa sakit bercampur, tapi
Savana tetap nekat membunuh anak dalam kandungannya. Rintihan sakit yang keluar
dari bibirnya tidak bisa dihindari, maka Caroline curiga dengan suara itu.
“Savana? Savana?” panggil
Caroline
Tidak ada jawaban sama sekali
dari kamar mandi itu. Caroline sangat panik, dan akhirnya ia menghampiri kamar
mandi itu, dan mengetuk-ngetuk kamar mandi itu.
“Savana! Buka! Ada apa dengan
diri kamu?”
“Boni! Boni! Tolong gebrak
pintu ini, sayang!” Teriak Caroline pada suaminya.
Boni pun dengan sigap
menggebrak pintu kamar mandi itu, dan melihat Savana pingsan. Caroline panik
dengan kejadian ini, dan segera memanggil Elena, kakaknya seorang bidan. Savana
dibawa ke kamar utama, dan Elena memeriksa kandungan Savana.
“Dia mau mengugurkan
kandungannya, Carol. Padahal usia kandungannya sudah 8 bulan!”
serentak semua yang ada di
kamar itu kaget semua. Dan Caroline pingsan seketika.
Beberapa
hari setelah kejadian itu..
Caroline membawa segelas teh
hangat dan semangkuk bubur untuk Savana. Dengan keadaan perut semakin membesar
dan wajahnya yang kuyu, Savana hanya bisa tersenyum tanda terima kasih kepada
majikannya. Savana tahu sekarang majikannya sedang bertanya-tanya mengapa
sampai terjadi seperti ini, tetapi Savana belum siap untuk memberikan
penjelasan pada majikannya yang baik ini. Caroline sadar, bahwa Savana belum
mau membicara hal ini, dengan pengertian yang sangat mendalam, akhirnya
Caroline meninggalkan kamar itu. Lalu dengan terburu-buru Savana mengambil buku
diarynya dan kembali menulis isi
hatinya.
Juni, 1993
“Nyonya, aku belum berani
berkata jujur padamu. Karena aku masih butuh uang dan tempat tinggal.
Sebenarnya, jika anak dalam kandunganku gugur, aku bisa saja keluar dari rumah
ini, dengan perasaan bahagia tanpa beban seperti sekarang. Entah, aku dengar
usia kandunganku sudah mncapai 8 bulan. Hebat sekali ia. Sudah aku sakiti tetap
saja dia bertahan didalam rumahnya.”
Savana kembali menutup
bukunya, dan mencoba istirahat kembali. Melupakan sejenak beban yang menghantam
dirinya.
Sore harinya Caroline kembali lagi ke tempat Savana
dengan membawa teh hangat dan sepiring nasi goreng buatannya. Ingin sekali
Caroline bertanya soal kejadian itu, tapi sepertinya hanya tinggal keinginan
belaka saja. Caroline menatap dalam mata Savana, ingin mencari tahu apa yang
dipikirkan Savana, tetapi tdak mendapatkan titik terangnya juga. Savana tahu
akan hal itu, dan akhirnya ia berusaha menjelaskan isi hati dan pikirannya.
“Nyonya, saya tahu anda ingin
sekali minta penjelasan pada saya tentang hal ini, tetapi saya tidak tahu harus
mulai darimana?”
Caroline tidak berkomentar,
ia hanya diam dan menanti pembicaraan Savana selanjutnya.
“Sejujurnya anak yang saya
kandung adalah hasil dari.. Dari lelaki entah yang mana, nyonya. Dulu sebelum
saya menjadi pembantu, saya adalah wanita penghibur hanya demi sesuap nasi
untuk bapak dan ibu saya. Tetapi mereka tidak tahu profesi saya. Sampai pada
akhirnya atasan saya alias germo datang ke rumah saya untuk menyuruh saya
bekerja lagi, karena di tempat hiburan, saya lah yang paling laku. Tetapi saat
itu saya sudah tahu bahwa saya sedang mengandung. Ibu saya sempat bertanya
siapa orang itu, dan orang itu menjawab, ia adalah germo. Ibu langsung marah
dan melemparkan uang hasil keringat saya ke germo itu, dan saya hampir di usir.
Saya panik, nyonya. Semenjak itu saya tidak menjadi wanita penghibur. Tetapi
makin hari, anak ini makin tumbuh. Dan saya minta pertanggungjawaban darimana,
karena saya tidak tahu siapakah yang menghamili saya. Saya sungguh panik, tiap
pagi hari saya menahan rasa mual, tetapi akhirnya muntah-muntah. Belum lagi
mencium bau yang tidak sedap, yang akhirnya membuat ibu saya curiga. Karena ibu
saya sudah tahu profesi saya, maka saya diusir dengan paksa oleh keluarga
saya.”
Caroline kaget dengan
pengakuan Savana, dan bingung mulai berkomentar darimana.
“Nyonya, saya siap diusir
jika nyonya tidak sudi menerima saya sebagai pembantu lagi. Maafkan saya,
karena harus berbohong pada nyonya. Betapa beberapa bulan ini saya menanggung
dosa yang sungguh berat. Saya tahu, dengan cara menggugurkan si jabang bayi,
saya tambah berdosa, tetapi saya ingin bertemu dengan keluarga saya.”
Caroline hanya tersenyum dan
meninggalkan kamar Savana. Savana memaklumi majikannya tersebut.
“Begitulah ceritanya, Elena. Kamu tahu sendiri kan, aku
sungguh menanti momongan. Apalagi sudah lima tahun aku menunggu momongan. Apa
lebih baik bayinya Savana kita adopsi saja?” kata Caroline menggebu-gebu.
“Carol, asal kamu tahu saja,
adopsi itu tidak mudah. Apalagi di negara kita.” Jawab Elena singkat.
“Tapi anak itu bisa jadi
berkat dalam kehidupan rumah tangga aku dan Boni, Elena. Mengertilah”
“Apakah Savana ingin
memberikan anaknya padamu? Jika dia mau memberi, ya aku dukung niat baikmu
Carol. Daripada anak itu ditelantarkan begitu saja”
“Kita tanyakan saja pada
Savana” jawab Boni santai.
Malam harinya Caroline masuk
ke kamar Savana dan kembali dengan muka yang berseri-seri penuh dengan harapan.
“ Savana, kandunganmu hampir memasuki sembilan bulan. Bagaimana kalau anak ini
saya jadikan anak saya? Daripada kamu bunuh anak tidak berdosa ini”
“Baik nyonya. Saya akan lebih
senang jika ada yang mau merawat anak ini daripada saya bunuh. Saya tidak mau
lagi menambah dosa.” Kata Savana dengan penuh harapan.
Akhirnya, waktunya sudah
tiba. Dan inilah saat-saat yang ditunggu oleh Caroline dan keluarganya. Savana
mengalami kontraksi dari tadi siang, dan sekarang mengalami pembukaan terakhir.
Tepatnya pada pukul dua subuh, bayi perempuan mungil keluar dari rahim Savana,
dengan dibantu oleh Elena. Saat itu tanggal 30 Juli 1993.
Sands Casino | SEGATIC PLAYER
BalasHapusSands Casino | หารายได้เสริม SEGATIC 1xbet korean PLAYER | SEGATIC PLAYER | SEGATIC PLAYER | SEGATIC PLAYER | SEGATIC PLAYER | septcasino SEGATIC PLAYER | SEGATIC PLAYER | SEGATIC PLAYER | SEGATIC
Wynn Las Vegas - JCM Hub
BalasHapusWynn Las Vegas locations, 여주 출장샵 rates, amenities: expert Las 제천 출장마사지 Vegas research, 제주 출장샵 only at Hotel and 제천 출장마사지 Travel Index. 거제 출장샵 Rooms: 545; Rooms: 2,034.